Asal Usul Klub Malam Yang Hadir Di Indonesia – Pemerintah Jakarta memberikan penghargaan untuk diskotik Colosseum di malam Anugerah Adikarya Wisata 2019 di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2019. Yang mana pemberian akan penghargaan ini diwakilkan oleh gubernur Jakarta pada saat itu. Adikarya wisata sendiri merupakan penghargaan dari pemerintah untuk para penggiat pariwisata di Jakarta.
Keputusan dari para tim juri ini telah menuai kontra dari berbagai kalangan. Yang dimana menilai bahwa colosseum tidak lah pantas untuk menerima penghargaan tersebut karena pernah menjadi tempat untuk bertransaksi narkoba. Mereka juga keberatan karena melihat keberadaan dari diskotik dan klub ini tidak lah sesuai dengan norma agama. Yang pada akhir nya Gubernur Jakarta Anies Baswedan menanggapi isu ini dengan mencabut penghargaan yang sudah diberikan tersebut pada tanggal 16 Desember 2019.
Diskotik atau klub malam sendiri menjadi jenis tempat hiburan makam yang legal yang dimana terdapat di banyak kota Indonesia. Diskotik sendiri pertama kali berkembang pada tahun 1970an. Dan diskotik pertama ini berdiri di Jakarta dan diberi nama Tanamur yang berarti Tanah Abang Timur. Diskotik ini milik seorang pemuda tajir yang berketurunan Arab dengan nama Ahmad Fahmy Alhady.
Untuk asal usul dari klub malam sendiri sedikit berbeda dari diskotik. Klub malam sudah lebih dulu berkembang pada akhir tahun 1960an. Pelopor utama nya yaitu Usmar Ismail. Yang merupakan tokoh terpandang di dalam dunia perfilman Indonesia. Dan juga merupakan seorang haji beserta ketua umum dari Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia, yang merupakan suatu organisasi dari bawahan Nahdlatul Ulama.Usmar disini mendirikan Miraca Sky Club yang terdapat di lantai paling atas dari gedung Sarinah Jakarta. Miraca yang mana bernaung di bawah PT Ria Sari Restaurant dan Show Management yang merupakan perusahaan dalam bisnis hiburan malam.
Awal Mula Klub Malam
Usmar sosok utama yang mendirikan klub malam untuk pertama kali di Jakarta beralih ke dunia bisnis dan hiburan malam sejak tahun 1966. Pada saat itu dimana dunia film masuk pada masa suram. Setelah peristiwa G30S dan segala huru hara nya terjadi, dunia perfilman ikut terhantam. Yang dimana produksi terus mengalami penurunan dan juga impor film yang tersendat. Banyak bioskop yang kekurangan stok film sehingga banyak yang merugi hingga akhir nya memilih untuk ditutup.
Sebelum akhir nya beralih ke bisnis lain, Usmar telah sempat menyelesaikan 1 film yang berjudul Liburan Seniman. Dan setelah itu Usmar mulai mengelola bisnis klub malam nya. Klub malam miraca ini meniru konsep dari klub malam yang terdapat di Eropa dan juga di Amerika. Yang dimana didalam nya terdapat beraneka minuman keras, restoran, hostes dan juga live music. Sajian utama nya yaitu tarian telanjang, yang dibawakan oleh seseorang ataupun sekelompok penari perempuan dari luar negeri. Miraca disini hanya untuk golongan atas saja.
Dan untuk harga makanan dan juga minuman yang terdapat di Miraca berkali kali lipat harga nya. Adapun tiket untuk dapat menonton tari telanjang ini sangat lah mahal juga. Untuk sekali masuk klub malam pun harus menyediakan dana 5 ribu hingga 8 ribu. Sedangkan untuk pendapatan per bulan yang didapatkan rata rata hanya berkisar di seribu hingga 4 ribu. Karena hadir nya tempat inilah orang rela berbondong bondong untuk menghabiskan uangnya agar dapat menikmati hiburan ini. Klub malam menjadi pilihan utama untuk para penikmat hiburan malam yang dimana kebanyakan dari mereka berasal dari kalangan menengah atas hingga penjabat pemerintahan.
Keputusan Usmar dalam mendirikan klub malam ini memancing amarah dan berbagai kecaman dari kalangan masyarakat. Usmar sendiri tetap bersikukuh mempertahankan klub malam nya dikarenakan alasan kuat yaitu untuk pembiayaan film film nya. Dan Miraca pun akhir nya memperoleh kelegalan nya di atas surat keputusan Gubernur DKI Jakarta saat itu yang membahas tentang pokok pokok pembinaan akan pariwisata di tahun 1969 dan keputusan akan pendirian sebuah klub malam.
Adanya Hostes Pertama Kali Di Jakarta
Pada saat itu Gubernur Ali Sadikit terus mendorong para pemodal yang berasal dari dalam ataupun luar negeri untuk terus mengalirkan modal nya ke hiburan malam. Yang dimana para pengusaha saat itu memiliki hubungan baik dengan para petinggi militer. Sehingga pada akhir nya tercatat sudah ada sebanyak 23 klub malam yang hadir di Jakarta sampai tahun 1970. Ali Sadikin pun mengatakan bahwa jumlah klub malam yang sebanyak 23 tersebut masih lah tidak cukup. Klub malam harus terus bertambah. Hal ini yang mana menjadi suatu persyaratan untuk ibu kota Jakarta agar dapat menjadi kota pariwisata. Harapan pun terwujud, yang dimana pada tahun berikut nya jumlah klub malam meningkat menjadi sebanyak 31. Angka tersebut terus naik hingga menjadi 36 klub malam pada tahun 1972.
Dengan pertambahan pada klub malam inilah harus lah sebanding dengan penambahan jadwal tari telanjang. Yang dimana pada saat itu Jakarta tidak cukup untuk dapat menampung tarian tersebut. Hingga akhir nya klub malam mulai disebarkan ke berbagai kota. Bisnis ini akhir nya bukan hanya berkembang di Jakarta tetepai juga mulai berkembnag di kota besar lain nya. Seperti Surabaya, Medan, Bandung, Semarang dan kota lain nya.
Protes akan perkembangan klub malam ini pun mulai terjadi. Banyak yang berpendapat bahwa klub malam bukan bagian dari budaya Indonesia. Dari ketidaksetujuan inilah terjadi beberapa penyerangan di berbagai kota seperti Medan. Untuk Jakarta sendiri penyerangan pada klub malam tidak lah terjadi. Hal ini dikarenakan kebanyakan penjagaan klub malam dilakukan oleh para militer dengan membawa senjata api dengan kaliber 38 hingga 45.
Akan tetapi pada akhir nya klub malam mulai perlahan lahan menghilang dan jumlah nya menurun drastis pada tahun 1976, yang dimana hanya tersisa 15 klub malam saja. Miraca pun juga mengalami kebangkrutan. Dan pada saat yang bersamaan, diskotik pun mulai tumbuh dan berkembang. Yang dimana menawarkan konsep lebih berbeda. Tanpa hostes, tari telanjang dan juga live music. Untuk pengunjung nya pun kebanyakan berasal dari anak muda.